Harga yang
dibayar untuk sebuah perubahan memang kadang cukup mahal. Tak jarang nyawa jadi
taruhan hanya untuk mewujudkan perubahan yang diimpikan. Resiko yang sama juga
harus diterima oleh Dr. Sun Yat-Sen, bapak modernisasi di negeri China.
Untuk
mewujudkan perubahan yang diimpikannya, Dr. Sun Yat-Sen mau tidak mau harus berhadapan
dengan Dinasti Ching yang saat itu masih berkuasa. Karena tak ingin kekuasaan
Dinasti Ching berakhir karena revolusi yang digagas oleh Dr. Sun Yat-Sen, para
pembunuh profesional pun dikirim untuk menghabisi nyawa Dr. Sun Yat-Sen.
Kesempatan
datang ketika Dr. Sun Yat-Sen harus datang ke Hong Kong untuk menggalang
kekuatan di sana. Hanya berjarak tiga blok dari tempat Dr. Sun Yat-Sen berada,
sekelompok pembunuh bayaran sudah mempersiapkan diri menjalankan tugas mereka
dan tak ada yang bisa menghalangi ratusan pembunuh ini kecuali lima orang
pengawal Dr. Sun Yat-Sen yang siap mengorbankan nyawa mereka sendiri demi
melindungi sang tokoh.
Pertanyaannya,
mampukah Gambler (Donnie Yen), Tycoon (Xueqi Wang), Beggar
(Leon Lai), Revolutionary (Tony Leung Ka Fai), dan Richshaw Man (Nicholas Tse) menghadapi para pembunuh
yang tak sedikit jumlahnya ini?
Jangan salah
sangka. BODYGUARDS AND ASSASSINS bukanlah film martial arts seperti
pada kebanyakan film Hong Kong. Memang ada adegan laga dengan koreografi khas
bela diri kung fu tapi itu bukanlah suguhan utama dalam film yang mengambil
setting di Hong Kong awal tahun 1900-an ini. Drama justru mendapat perhatian
cukup penting dalam film karya sutradara Teddy Chen ini.
Saat melihat
jajaran pemain yang dipasang pada film ini, muncul kesan kalau film ini hanya
akan mengandalkan nama-nama besar sang bintang saja. Nyatanya, itu bukanlah
yang terpenting. Nama-nama besar itu memang dipilih karena reputasi mereka di
dunia seni peran. Teddy Chen tetap bekerja keras membuat sebuah tontonan buat
mata sekaligus buat jiwa.
Separuh awal
film ini diisi dengan pembentukan karakter dan memposisikan masing-masing
karakter ini dalam kerangka sejarah dan mengeksploitasi hubungan antara
masing-masing karakter sehingga terjadi satu kesatuan yang kuat antara cerita
dengan para karakter yang ada di dalamnya. Ini bukanlah pekerjaan mudah karena
membagi screen time agar semua karakter mendapat jatah ekspos yang sama jelas
tidak gampang. Resikonya jika karakter tak cukup diekspos maka penonton tak
akan peduli pada apa yang terjadi atas karakter ini. Untungnya Teddy Chen cukup
jeli dan masing-masing tokoh bisa terasa utuh sebagai manusia ketimbang hanya
sekedar tokoh dua dimensi saja.
Bagian kedua
baru diisi dengan aksi laga para pelindung Dr. Sun Yat Sen saat melindungi
bapak revolusi China ini dari serangan para pembunuh yang suruhan dinasti
Ching. Lagi-lagi Teddy Chen menggarap bagian ini dengan baik sehingga tiap-tiap
adegan jadi terlihat memikat. Ditambah lagi dengan CGI yang mumpuni maka
pemandangan kota Hong Kong seratus tahun lalu dapat direplika dengan baik.
No comments:
Post a Comment